13. Hati Penuh Dengan Inspirasi
Menyusul diluncurkannya kaset saya dengan judul ‘Memimpin Dengan Hati’, ada
banyak sekali undangan seminar, wawancara dan talk show dengan tema ini yang
datang ke saya. Dari radio, televisi, media cetak sampai rapat-rapat di perusahaan
besar, semuanya amat dan teramat tertarik dengan topik ini. Di kelompok usaha
Ciputra –di mana saya kerap diundang– untuk pertama kali Bapak Ir. Ciputra
bersedia mendengarkan penuturan saya sampai habis. Dan di akhir presentasi,
mengajak saya bertutur bagaimana beliau sering kali diselamatkan oleh suara-suara
sang hati. Demikian juga dengan ratusan audiens yang menghadiri seminar saya di
Surabaya. Mereka seperti terbius dengan ide-ide yang bersumber pada sang hati.
Mungkin ada yang mengkernyitkan alisnya tanda tidak percaya, demikian juga saya
ketika pertama kali menuliskan cerita tentang nyanyian-nyanyian sang hati. Ada
semacam keraguan, adakah orang yang tertarik dengan topik-topik ini ? Namun di
luar dugaan, ternyata ada banyak sekali orang yang dahaga mendengarkan suarasuara
hati. Seperti mau bertutur ke kita, ada tidak sedikit orang yang mulai
menyadari batas-batas egoisme, induividualisme, dan materialisme untuk kemudian
kembali ke hati.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa mesti hati? Izinkan saya mengajak Anda masuk
ke dalam dunia wacana yang agak lain. Wacana kepemimpinan – sejauh ini – terlalu
banyak diwarnai oleh ayunan bandul otokratik-demokratik. Seolah-olah tidak ada
dunia di luar bandul tadi.
Mirip dengan ayunan, kepemimpinan siapapun senantiasa berayun. Tergantung
pada keadaan yang sedang dihadapi. Sudah menjadi tugas setiap ayunan kalau ia
harus berayun. Hanya saja, kita sering lupa kalau ayunan manapun memerlukan
fondasi yang kokoh. Sebab, tanpa fondasi terakhir, ayunan manapun akan roboh.
Dan kembali ke soal kepemimpinan, tidak ada fondamen yang lebih kokoh dari
fondamen yang bernama sang hati.
Lebih dari sekadar kokoh, sejumlah pemimpin yang memimpin dengan hati, bahkan
bisa berkuasa selamanya – sekali lagi selamanya. Sebutlah nama-nama seperti
Mahatma Gandhi dan George Washington. Raganya sudah lama tidak lagi bersama
kita. Tetapi ide dan tata nilai kepemimpinannya masih hidup sampai dengan
sekarang. Bukan tidak mungkin malah akan hidup selamanya.
Terinspirasi dari sinilah, kemudian saya mencoba menelusuri sebuah lorong yang
agak lain: hati. Tidak langsung membuat jadi kaya raya tentunya. Tidak juga
mendadak sontak jadi hebat. Tetapi ada kesejukan, kedamaian, dan bisa jadi malah
pencerahan. Untuk kemudian, berpelukan rapi dengan hidup dan kehidupan. Dan
dalam pelukan-pelukan terakhir, ada yang mengandaikan kalau tubuh dan jiwa ini
mulai bersayap. Terbang dan pergilah dia ke tempat yang jauh. Dan kepemimpinan,
ia bukanlah sebuah perkara yang terlalu sulit. Dalam banyak keadaan, ia mengalir
lentur persis seperti aliran air di sungai.
Kerap ada yang bertanya, adakah cara yang bisa membuat sang hati rajin bernyanyi?
Saya tidak berpretensi bisa mengajari Anda dalam hal ini. Namun, rekan saya punya
sebuah cerita tentang kereta yang ditarik lima kuda. Mirip dengan tubuh dan jiwa ini
yang ditarik ke mana-mana oleh panca indera. Mulut mau makan enak. Mata mau
melihat yang indah-indah. Demikian juga unsur-unsur panca indera yang lain. Dalam
tubuh dan jiwa yang sepenuhnya ditarik oleh panca indera, jangankan
.........29
mendengarkan suara-suara hati, tubuh dan jiwa lari ketakutan, menyeramkan dan
tanpa tujuan.
Belajar dari sini, siapa saja yang mau mendengarkan suara-suara hati, sudah
saatnya belajar mengendalikan kelima kuda yang bernama panca indera. Saya
memulainya dengan mengendalikan mulut, terserah Anda memulianya dari mana.
Pengendalian terakhir penting, paling tidak untuk mulai mengendalikan keliaran
panca indera, kemudian diikuti oleh hadirnya keheningan dan kekhusukan. Lebih dari
sekadar menghadirkan keheningan dan kekhusukan, begitu panca indera
terkendalikan, energi-energi yang terbuang percuma oleh panca indera bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih berguna. Terutama untuk pergi
menelusuri lorong-lorong sang hati.
Sekali seseorang pernah sampai di lorong terakhir, dan mengetahui indah dan
nikmatnya berada di sana, bukan tidak mungkin enggan kembali ke lorong-lorong
lain. Ia tidak hanya indah dan menakjubkan. Melainkan juga penuh dengan pohon
dan bunga-bunga inspirasi. Ide, imajinasi, fantasi bukanlah sesuatu yang sulit
ditemukan di sana. Ia bertaburan di setiap pojokan ke mana mata menoleh. Seorang
sahabat bahkan pernah bertutur, kalau kita bisa bertemu Tuhan di sana.
Coba kita renungkan kembali, dari mana pemimpin-pemimpin kaliber seperti
Mahatma Gandhi, George Washington, Ibu Theresa, Lady Diana, Dalai Lama,
Konosuke Matsushita memperoleh inspirasi sehingga kehidupannya begitu bersinar
bagi orang lain ? Bukankah ia memperolehnya dari perjalan di lorong-lorong sang
hati ? Bukankah orang-orang ini bisa disebut berkuasa selamanya?
Kalau kekuasaan saja bisa mereka genggam selamanya, apa lagi hal-hal kecil
lainnya. Untuk itulah, saya masih terus rajin mengajak diri untuk sesering mungkin
masuk lorong-lorong sang hati. Belum sempurna tentunya. Tetapi cukup memberikan
inspirasi bagi sebuah hidup yang penuh keheningan. Anda tertarik?